Sabtu, 06 Februari 2016

ARTIKEL MENGATASI KECEMASAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

MENGATASI KECEMASAN SISWA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Nurina Hidayati
Program Studi Pendidikan Fakultas Teknik, Matematika, dan IPA
Universitas Indraprasta PGRI




Abstrak. Tujuan artikel ini adalah untuk mengetahui apa itu kecemasan dan bagaimana cara mengatasi kecemasan siswa untuk meningkatkan motivasi belajar dalam pembelajaran matematika. Pembelajran matematika sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Seorang siswa yang kurang termotivasi karena sebuah kecemasan dalam menghadapi pelajaran akan mempengaruhi hasil belajar yang kurang maksimal. Ada beberapa cara untuk mengurangi kecemasan siswa, yaitu menanamkan rasa percaya diri pada siswa, dan seorang guru harus bersikap dan bertingkah laku yang baik saat berhadapan dengan siswa.
Kata Kunci: Kecemasan, Motivasi Belajar, Pembelajaran Matematika.
PENDAHULUAN
Pasal 1 ayat 1 UU Sisdiknas RI No. 20 Tahun 2/003 dalam Annisa Khuzaimah dan Leonard, pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Fitri Wulandari dan Leonard (2015) menyatakan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan di Indonesia salah satunya adalah untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, yang cerdas intelektualnya, kreatif, inovatif, dan mempunyai iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Matematika memegang peranan yang sangat penting dalam pendidikan. Ismail dkk (Hamzah dan Muhlisrarini, 2014: 48) dalam Anggi Rosanti, “Matematika adalah ilmu yang membahas angka-angka dan perhitungannya, membahas masalah-masalah numerik, mengenai kuantitas dan besaran, mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berpikir, kumpulan sistem, struktur dan alat.
Sampai saat ini masih saja terdengar tentang sukarnya siswa menguasai materi matematika. Tidak hanya pada saat pendidikan dasar sampai menengah,   tetapi juga pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Banyak siswa yang mengeluh dan kurang tertarik mempelajari matematika. Mereka menganggap  matematika adalah pelajaran yang menakutkan karena penuh dengan hitungan dan rumus-rumus yang rumit. Hal tersebut membuat siswa enggan dan cemas saat mempelajari matematika..
Kecemasan adalah kondisi kejiwaan yang penuh dengan kekhawatiran dan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi, baik berkaitan dengan permasalahan yang terbatas maupun hal-hal yang aneh. Deskripsi umum akan kecemasan yaitu “perasaan tertekan dan tidak tenang serta berpikiran kacau dengan disertai banyak penyesalan.” Hal ini sangat berpengaruh pada tubuh, hingga tubuh dirasa menggigil, menimbulkan banyak keringat, jantung berdegup cepat, lambung terasa mual, tubuh terasa lemas, kemampuan berproduktivitas berkurang hingga banyak manusia yang melarikan diri kea lam imajinasi sebagai bentuk terapi sementara (Musafir, 2015:512)
Kecemasan matematika disebut dengan istilah mathematic anxiety. Kecemasan atau perasaan tidak menyenangkan siswa terhadap matematika tidak bisa dikatakan hal yang biasa. Karena akan merugikan guru dan siswa itu sendiri. Ketika siswa dihadapkan dengan materi matematika dan siswa tidak bisa menguasainya, ini akan menyebabkan hasil belajar siswa yang rendah. Sikap dan perlakuan guru yang kurang bersahabat saat mengajarkan materi matematika, sarana dan prasarana siswa yang kurang memadai, pemberian tugas yang padat oleh guru karena sebuah target penyelesaian materi padahal siswa belum terlalu memahami materi yang diberikan, merupakan penyebab timbulnya kecemasan dalam diri siswa saat mengikuti pelajaran matematika. Hal ini akan menurunkan minat belajar siswa terhadap pembelajaran matematika, dan otomatis hasil belajarnya pun tidak akan maksimal.
Pada artikel yang berjudul Mengatasi Kecemasan Siswa untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dalam Pembelajaran Matematika ini akan penulis bahas tentang cara mengatasi kecemasan-kecemasan tersebut. Dan tujuannya adalah sebagai pengetahuan calon guru pada penulis khususnya, dan pada umumnya agar pembaca mengetahui apa yang menyebabkan kecemasan tersebut berlangsung dan bagaimana cara mengatasinya.
PEMBAHASAN
A.      KECEMASAN
1.    Pengertian Kecemasan
Spielberger (1966) dalam buku Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, membedakan kecemasan atas dua bagian; kecemasan sebagai suatu sifat (trait anxiety), yaitu kecenderungan pada diri seseorang untuk merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya, dan kecemasan sebagai suatu keadaan (state anxiety), yaitu suatu keadaan atau kondisi emosional sementara pada diri seseorang yang ditandai dengan perasaan tegang dan kekhawatiran yng dihayati secara sadar serta bersifat subyektif, dan meningginya aktivitas sistem saraf otonom.
Tya Anggraeni (2012) menyimpulkan bahwa kecemasan merupakan kumpulan dari berbagai kondisi fisiologis dan psikologis sehingga menimbulkan berbagai macam reaksi di dalam diri individu, seperti: gemetar, banyak keringat, mual, sakit kepala, palpitasi, rasa takut, rasa tegang, khawatir, bingung, dan lain sebagainya.
Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan yang terjadi dalam diri seseorang karena merasa terancam oleh kondisi yang tidak berbahaya, ditandai perasaan tegang, rasa takut dan khawatir, yang akan menyebabkan kegagalan dalam karir seseorang.
2.    Proses Terjadinya Kecemasan
Faktor penyebab timbulnya kecemasan menurut Collins dalam Fahriah Safarini, antara lain:
a.                   Threat (ancaman) baik ancaman terhadap tubuh, jiwa atau psikisnya (seperti kehilangan kemerdekaan, kehilangan arti kehidupan) maupun ancaman terhadap eksistensinya (seperti kehilangan hak).
b.                  Conflik (pertentangan) yaitu karena adanya dua keinginan yang keadaannya bertolak belakang, hampir setiap dua konflik, dua alternatif atau lebih yang masing-masing mempunyai sifat approach dan avoidance.
c.                   Fear (ketakutan), kecemasan sering timbul karena ketakutan akan sesuatu, ketakutan akan kegagalan menimbulkan kecemasan, misalnya ketakutan akan kegagalan dalam menghadapi ujian atau ketakutan akan penolakan menimbulkan kecemasan setiap kali harus berhadapan dengan orang baru.
d.                  Unfilled Need (kebutuhan yang tidak terpenuhi) kebutuhan manusia begitu kompleks dan bila ia gagal untuk memenuhinya maka timbullah kecemasan.
Dapat disimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan kecemasan antara lain adanya ancaman, pertentangan, ketakutan, dan kebutuhan yang tidak terpenuhi pada diri seseorang.
3.    Dampak Kecemasan
Menurut Hartanti (1997) dalam Tya, kecemasan akan membawa individu mengantisipasi situasi ketakutan yang tak berbahaya, membersar-besarkan bahaya atau resiko sehingga dapat menghambat kegiatan individu dalam menjalani kehidupannya.
Sementara menurut Horney dalam Tya, individu yang mengalami kecemasan akan terus-menerus membentuk defens (pertahanan) di dalam dirinya untuk melawan lingkungan yang dianggap tidak adil dan kejam terhadap dirinya. Perlawanan yang dilakukan oleh individu terhadap lingkungannya akan membuat individu semakin tidak mempunyai kekuatan untuk mengubahnya, dan dapat melemahkan kemampuannya dalam menumbuhkan kepercayaan pada dirinya.
Dari dua pendapat ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dampak kecemasan akan menghambat kegiatan seseorang dalam menjalani aktivitas, dan dapat melemahkan kemampuannya dalam menumbuhkan kepercayaan pada dirinya dalam sebuah lingkungan.

4.    Cara Mengatasi Kecemasan
Menurut Akhmad Sudrajat (2008), upaya-upaya untuk mencegah dan mengurangi kecemasan siswa di sekolah dapat dilakukan melalui:
a.                   Menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
b.                  Sewaktu-waktu ajaklah siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran di luar kelas.
c.                   Dihadapan siswa, guru akan dipersepsi sebagai sosok pemegang otoritas yang dapat memberikan hukuman. Oleh karena itu, guru harus berupaya untuk menanamkan kesan positif dalam diri siswa, dengan hadir sebagai sosok yang menyenangkan, ramah, cerdas, penuh empati dan dapat diteladani, bukan menjadi sumber ketakutan.
d.                  Mengoptimalkan pelayanan bimbingan konseling di sekolah.
e.                   Melakukan kegiatan selingan melalui berbagai atraksi “game” tertentu, terutama dilakukan pada saat suasana kelas sedang tidak kondusif.
Cara lain yang dapat meminimalkan kecemasan siswa, dapat dilakukan dengan cara menanamkan rasa percaya diri dalam diri siswa, seorang guru harus bisa menjadikan kelas yang nyaman dan menyenangkan sehingga siswa akan aktif belajar, dapat juga dengan menanamkan rasa tanggung jawab kepada siswa.
MOTIVASI BELAJAR
Eysenck dkk. dalam Slameto (2013:170) merumuskan motivasi sebagai suatu proses yang menentukan tingkatan, kegiatan, intensitas, minat, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku manusia, merupakan konsep yang rumit dan berkaitan dengan konsep-konsep lain seperti minat, konsep diri, sikap dan sebagainya.
Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan situasi. Semua ini didorong karena adanya tujuan, kebutuhan atau keinginan (Sardiman, 2012: 75).
Umar dan La Sulo (2008: 51) “belajar diartikan sebagai aktivitas pengembangan diri melalui pengalaman, bertumpu pada kemampuan diri belajar di bawah bimbingan pengajar”.
Belajar merupakan pengembangan pengetahuan baru keterampilan dan sikap ketika seseorang individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan (Hawa dan Yogi, 2013: 85).
Menurut Slameto (2013: 2) “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Ari Irawan dan Chatarina Febriyanti (2015) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses latihan secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga menghasilkan suatu perubahan ke arah yang lebih baik.
Dapat disimpulkan dari beberapa pendapat di atas, bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh pengetahuan maupun perubahan yang dapat membawa seseorang tersebut menjadi lebih baik, seperti keterampilan, sikap, pemahaman dan kemampuan lainnya, di bawah bimbingan pengajar. Sedangkan motivasi belajar adalah proses memperoleh pengetahuan untuk meningkatkan minat, sehingga tujuan yang diinginkan dalam pembelajaran dapat tercapai secara optimal, dan semua ini didorong karena adanya tujuan, kebutuhan, atau keinginan.
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Menurut Suriasumantri (2005: 190) dalam Nanik Sudjarwati Wahyuni, “Matematika adalah bahasa yang melambangakan serangkaian makna dari pernyataan yang kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisal yang mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya.
Uno (2011: 129) menyimpulkan bahwa matematika adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsure-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas.
Cockroft dalam Uno (2011:129) menyatakan bahwa matematika sangat dibutuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari, bagi sains, perdagangan dan industri, dank arena matematika menyediakan suatu daya, alat komunikasi yang singkat dan tidak ambisius serta berfungsi sebagai alat untuk mendiskripsikan dan memprediksi. Matematika mencapai kekuatannya melalui simbol-simbolnya, tata bahasa, dan kaidah bahasa (syntax) pada dirinya, serta mengembakan pola berpikir kritis, aksiomatik, logis dan deduktif.
Dari pendapat beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan suatu bidang ilmu yang dikonotasikan dengan lambang-lambang, sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, baik bagi matematikawan maupun perdagangan dan industri, dengan unsur logika, dan merupakan alat untuk memecahkan berbagai persoalan.
Matematika adalah bidang studi yang sangat penting. Namun banyak siswa yang kurang termotivasi pada matematika. Matematika dianggap pelajaran yang menakutkan dengan soal-soal yang rumit. Hal ini akan menimbulkan kecemasan pada pelajaran matematika. Zeidner (1998) dalam Tya, menjelaskan kecemasan seseorang terhadap pelajaran matematika dikarenakan kurangnya ketertarikan siswa terhadap pelajaran matematika.
Sedangkan menurut Hudoyo (tanpa tahun) dalam Tya, kecemasan siswa dalam pelajaran matematika dipengaruhi oleh pengalaman belajar matematika yang diterima siswa di masa lampau.
Pelajaran matematika sering menimbulkan kecemasan pada diri siswa dan berpengaruh terhadap motivasi belajar matematika. Di sinilah tugas seorang guru di dalam kelas. Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa: Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional. Prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupannya sebagai insan dewasa. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh kepada kehendak dan kemauan guru (Soetjipto & Raflis, 2009).
Selain sikap guru yang kurang bersahabat, faktor pemicu lain dapat berupa pemberian tugas oleh guru yang berlebihan karena target kurikulum akan menurunkan minat belajar siswa. Faktor lain adalah  sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran. Sarana dan prasarana adalah faktor yang sangat menentukan dalam sebuah komunikasi. Sebuah komunikasi akan berjalan lancar dan maksimal jika dibantu sebuah alat atau media. Setiap siswa harus mendapatkan sarana dan prasarana yang memadai sehingga mereka akan semangat mengikuti pelajaran dan termotivasi.
Faktor lingkungan (keluarga, sekolah dan masyarakat) juga dapat menentukan sebuah kecemasan. Lingkungan yang aman dan tentram akan membangkitkan seorang siswa merasa nyaman untuk belajar, tidak ada gangguan-gangguan yang akan membuat siswa merasa cemas saat belajar.
Agar proses pembelajaran matematika berjalan sesuai dengan tujuan pendidikan, cara meminimalkan kecemasan siswa dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan cara menjelaskan kepada siswa mengapa harus belajar matematika, tidak mengutamakan hafalan, pada saat pembelajaran matematika jadikan kelas yang menyenangkan dan nyaman. Hal ini akan menumbuhkan semangat belajar siswa terhadap matematika dan menambahkan motivasi belajar siswa saat mengikuti pelajaran matematika.
PENUTUP
KESIMPULAN
            Kecemasan adalah suatu keadaan yang terjadi dalam diri seseorang karena merasa terancam oleh kondisi yang tidak berbahaya, ditandai perasaan tegang, khawatir, bingung, rasa takut yang akan menyebabkan kegagalan dalam karir seseorang. Kecemasan pada pembelajaran matematika sangat merugikan karena motivasi siswa akan berkurang saat belajar matematika. Matematika adalah ratunya ilmu. Jika seorang siswa mengalami kecemasan matematika, maka hasil dari proses pembelajaran matematika tidak akan maksimal.
SARAN
Dalam proses belajar mengajar, khususnya pembelajaran matematika, sebuah kecemasan harus bisa diminimalisir, agar proses pembelajaran berhasil sesuai apa yang diharapkan. Bukan hanya seorang guru yang berperan penting dalam mengurangi kecemasan matematika, peran orang tua di dalam rumah, keadaan lingkungan sekolah maupun masyarakat juga berpengaruh terhadap sebuah kecemasan. Lingkungan tersebut harus diciptakan senyaman mungkin, agar siswa tetap termotivasi dan bersemangat untuk belajar matematika, tanpa adanya kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Tya. 2012. Hubungan Antara Kecemasan dalam Menghadapi Mata Pelajaran Matematika dengan Prestasi Akademik Matematika pada Remaja: www.gunadarma.ac.id
Irawan, Ari dan Chatarina. 2015. Efektifitas Penggunaan Mathmagic Terhadap Hasil Belajar Matematika. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika Universitas Indraprasta PGRI, 26 Agustus 2015, Jakarta.
Khuzaimah, Annisa dan Leonard. 2015. Pengembangan Desain Pembelajaran Matematika Akselerasi Tingkat SD. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika Universitas Indraprasta PGRI, 26 Agustus 2015, Jakarta.
Liberna, H dan Yogi. 2013. Metode Pembelajaran Matematika. Jakarta. Mitra Abadi dan Unindra Press.
Rosanti, Anggi. 2015. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dan Kreatifitas Belajar Matematika Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika Universitas Indraprasta PGRI, 26 Agustus 2015, Jakarta.
Safarini, Fahriah. 2012. Faktor-Faktor Penyebab Kecemasan: http://elfahri.blogspot.co.id/2012/04/faktor-faktor-penyebab-kecemasan
Sardiman.2012. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Depok: RajaGrafindo Persada.
Slameto.2013. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi.Jakarta: Rineka Cipta.
Soetjipto dan Raflis.2009. Profesi Keguruan.Jakarta: Rineka Cipta.
Sudrajat, Akhmad. 2008. Upaya Mencegah Kecemasan Siswa di Sekolah: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/01/upaya-mencegah-kecemasan-siswa-di-sekolah/ (diakses 1 Juli 2008)
Sugeng. 2013. Pengertian Kecemasan dan Tingkat Kecemasan Menurut Pendapat Ahli. http://www.wawasanpendidikan.com/2014/09/Pengertian-Kecemasan-dan-Tingkat-Kecemasan-Menurut-Pendapat-Ahli.html (diakses 13 September 2014)
Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Uno, Hamzah.2011. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif.Jakarta: PT Bumi Aksara.
Wahjuni, Nanik Sudjarwati Wahyuni. 2015. Pengaruh Gaya Belajar Terhadap Prestasi Belajar Matematika. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika Universitas Indraprasta PGRI, 26 Agustus 2015, Jakarta.
Wulandari, Fitri dan Leonard. 2015. Pengaruh Metode Pembelajaran Example Non Example Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika Universitas Indraprasta PGRI, 26 Agustus 2015, Jakarta.


1 komentar:

  1. maaf kak, saya mau nanya nyari buku tentang kecemasan ini dmana ya kak? tolong info nya kak, makasih kak

    BalasHapus